The Morning Like This
The Morning Like This
Drrr...drruuuuk !, suara guruh membuatku terbangun. Tik tik tik , ah ternyata musim hujan telah tiba lagi. Baru jam 6.30 pagi. Aku suka sekali hujan, walau masih agak mengantuk, kupaksa untuk berdiri, membuka tirai jendela. Lampu jalan masih menyala, langit kelabu, pepohonan basah….Hmm, duduk di depan jendela nyaman rasanya. Ya, pagi yang seperti ini. Saat awan menutupi langit dan hujan turun tak rintik tak deras. Pagi yang seperti ini, saat terakhirku memegang tanganmu, melihatmu melambai dan tersenyum. Saat jalanan basah. - Peggy Sue, I whisper to you, could you hear me ?-. Seandainya kau tidak pergi hari itu Peggy, mungkin kau masih bersamaku dan kecelakaan itu tak pernah terjadi. Mungkin. Sekolah baru dimulai pukul delapan, masih lama. Aku beringsut ke meja belajar dan mengambil diari serta album foto. Aku jadi rindu Peggy, my best friend, ever !
***
Waktu hari pertama masuk kelas sembilan aku terlambat, biasalah, aku paling malas cepat-cepat ke sekolah.
"Sabrina Key ?," tanya Bu Mason mengabsen, pandangannya tajam. Ops.
"Ya, saya Bu...," jawabku, lalu aku boleh duduk.
Kursi yang tersisa cuma di sebelah Peggy Sue yang kutahu adalah anak tomboy. Wow, aku sih oke-oke saja temenan sama dia, tapi apa dia mau temenan sama aku yang tidak lihai main skateboard ataupun videogame. Sebenarnya aku tak begitu mengenalnya, kemarin-kemarin tidak pernah sekelas.
" Hai, aku duduk disini, ya ?," kataku meminta izinnya.
" Oke, silakan," jawabnya lunak.
Hmm, permulaan yang menyenangkan. Aku jadi ingin sekali tahu tentangnya lebih banyak lagi.
***
Keesokanharinya aku terlambat lagi. Untung bukan Bu Mason yang mengajar, tapi ternyata Bu Belle lebih disiplin. Aku diberi peringatan. Hi..hi, terang saja, aku kan terlambat setengah jam.
" Langganan, eh?," sikut Peggy pelan. Aku nyengir.
" Kesiangan bangun ," bisikku.
Lalu pelajaran dimulai. Aku masih mengamati Peggy. Wow, catatannya rapi dan dia tertib sekali. Tidak mengajakku ngobrol. Hmm. Unik. Sampai saat itu kami belum akrab dengan, aku bertekad untuk bersamanya saat makan siang. Hari sebelumnya aku bertemu Katie, teman kelas delapanku dulu. Biasa, jadi sibuk cerita.
Waktu istirahat tiba, kulihat Peggy memberesi buku-bukunya, akupun mengemasi pernik-pernikku.
" Peggy, ke kantin sama-sama yo ! ," ajakku.
" Hmm , oh, makan siang ?. Aku mau ke suatu tempat dulu, sudah itu baru aku nyusul, okay ?," tolaknya.
" Oh begitu, mau kutemani ?," tawarku.
" Nggak usah. Ayo deh, sama-sama sampai pintu kantin," ajaknya.
Bolehlah. Mungkin lain kali, pikirku saat itu. Aku menjajari langkahnya yang panjang-panjang. Wah, dia tinggi lho. Cool !.
" Oke, nikmati makan siangmu ," katanya sambil berlalu.
" Ya, kau juga," jawabku pelan. Percuma, tidak bakalan mendengar. Dia sudah jauuuuh di depan.
" Hey, teman sebangku ya?," tanya Katie yang tiba-tiba sudah berdiri di sampingku.
"Gadis aneh," lanjutnya. Aku menunggu apalagi berita dari Katie.
" Sejak dia pindah kemari setahun lalu, ia jarang sekali kumpul dengan anak-anak lain. Baik laki ataupun perempuan. Teman sekelasku yang cerita. Aku cari informasi ini demi kamu lho. Aku rada sibuk dengan Shawn akhir-akhir ini, jadi kita bakal jarang bersama. Jadi anak manis, ya…?," cerocos Katie sambil mengedipkan mata minta pengertianku, wink-wink, dan lalu ia berlalu menuju Shawn yang memang sudah lama diincarnya. Selamat deh buat kamu Katie, bisikku getir.
I got shocked !. Aku kehilangan seorang teman dekat -setidaknya untuk beberapa waktu- dan jadi kehilangan selera makan. Kelas masuk sejam lagi, enaknya bagaimana ya. Ke perpustakaan saja lah.
Untung diari -yang kubilang buku agenda pada petugas, hi hi !- boleh dibawa masuk. Soalnya aku ingin menuliskan semua 'kesedihan'. Kehilangan perhatian Katie menyakitkan lho.
Setelah mendapat tempat duduk, aku jadi malas menulis. Kuputuskan untuk membaca saja. Ya, ceritaku yang funky bersama Katie. Selalu ceria, no tears. Aku tidak tahu apa yang terjadi di dalam diriku, tapi rasanya, persahabatan bertahun-tahun dengan Katie menjadi makin kabur. Ah, mungkin karena aku agak marah dengannya.
" Hey, nyusul aku ya ?," seru Peggy menepuk pundakku.
Aku jadi kaget. Rupanya disinilah 'suatu tempat' yang dikatakannya tadi.
" Enak saja," jawabku keki. Peggy tersenyum geli.
" Suka menulis diari ya?," tanyanya sambil menunjuk diariku.
" He-eh, aku orangnya cepat lupa sih," jawabku.
" Ya, kelihatan kok," katanya lalu kembali tersenyum geli melihat aku keki. Untuk kesekian kali aku mengagumi senyumnya yang manis.
" Aku juga suka," katanya sambil mengibaskan sebuah buju tebal berkotak-kotak.
" Nggak nanya," jawabku. Giliranku jadi geli melihat wajah kekinya.
" Ini pengumuman," sahutnya nyengir. We both laughed.
" Sudah makan ?," tanyanya. Aku menggeleng.
" Makan yo !," lanjutnya.
" Oke !," jawabku. Wow, aku kok jadi semangat melangkah kembali ke kantin.
Kantin sudah sepi, Katie tak terlihat lagi disini. Hmm, memang enak makan kalau suasana tenang begini.
" Sab...," kata Peggy, " mau jadi sahabatku ?,"
" Sure, Peggy, sure," jawabku. Aku merasa tersanjung.
" Sudah lama aku tidak punya sahabat ," sambungnya," thanks !,".
" Kok begitu Peggy ?," tanyaku.
" Once you lost a friend, it'd be hard to find another," jawabnya pelan.
" Dia istimewa ya ?," tanyaku hati-hati.
" Aha," jawabnya," but she'll never be back,".
Great, I hate the death. Poor Peggy. Aku tak mau bertanya lagi, Peggy kelihatan sedih sekali. Aku tak suka melihatnya sedih, benar-benar tak suka.
" I am here for you, Peggy," hiburku.
" Tahu tidak Sab, apa yang kupikir selama ini ?," tanyanya. Aku menggeleng, tapi dia tidak memperhatikanku. Hah, tentu dia tahu aku akan menggeleng, it's called a retorical question.
" Oke. Dulu aku punya teman yang baik, suka menolong, namun agak manja. Dia selalu menggantungiku pergi kemana saja. Tapi aku sering mengabaikan pendapatnya, sering membuatnya tersinggung. Lalu suatu hari saat liburan sekolah, ibunya yang meneleponku bahwa dia meninggal. Aku tak tahu kondisi tubuhnya selemah itu, dia memang tak mau kelihatan lemah dimataku," lalu lanjutnya, " Dan akupun tak sempat mengatakan bahwa aku menyayanginya."
Hhhsst. Aku cuma bisa mengambil napas. Peggy diam.
" I believe she knew it," hiburku.
" Ya, aku memang tak selalu jahat padanya. Namun yang terbayang di benakku sekarang hanya yang buruk-buruk saja, aku menyesal sekali," katanya sedih.
" That's fine. She's a good girl, right. She'd forgive you before she went away, I believe," bujukku.
Bel masuk berbunyi. Kutanya Peggy apakah ia baik-baik saja dan ia mengangguk. Lalu kami berlari kecil menuju kelas. Lari bagus untuk meredam emosi, kupikir.
Mulai hari itu, arti persahabatan terasa indah sekali.
***
Diari Peggy kini kusimpan dan kubaca halaman demi halaman yang berisi hati dan pikirannya. Diari yang berisi catatan harian dan kesimpulan buku-buku yang dibacanya.
Oh, Peggy Sue. Sebagian besar hidupmu kau habiskan untuk mempelajari arti persahabatan dan kasihsayang. aku beruntung menjadi satu sahabatmu. Aku tak pernah melihatmu sebagai gadis yang egois atau apapun sifat buruk yang kau benci dari dirimu. Yang kutahu hanyalah bahwa kau adalah teman terbaik yang diberikan untukku. Mungkin untuk selamanya.
Aku akan ingat kata-kata Peggy saat akan pergi,
" Aku memilihmu karena hatiku menginginkannya. Kau tahu kan Sab, persahabatan tanpa mengikutkan hati akan menjadi seperti ladang yang hanya ditumbuhi rumput. Dia terus hijau, namun tidak menghasilkan buah,"
Peggy akan pindah lagi waktu itu. Keluarganya menunggu di bandara, Peggy rencananya menyusul setelah menemuiku.
" Take care, Sweetie..," pesanku. Peggy hanya tersenyum dan perlahan melepas genggamannya dari tanganku lalu melangkah kedalam taksi.
Jendela taksi terbuka dan wajah Peggy muncul seolah membiarkanku lebih lama menatapnya. Akupun membuang payung dan membuka topi hujanku agar ia juga dapat melihatku dengan jelas. Namun waktu terus berjalan dan taksi itu lenyap di tikungan tepat sebelum lambaian Peggy ikut sirna.
***
Don't you know Peggy, that accident has been ruining me into pieces. I heard the crash and I saw your eyes closed and would never be opened again. And I felt your face was colder than the raindrops. And I heard you whispered a good bye on mine, a forever one.
It happened in the morning like this. When the rain falls. When the wind is so cold. When the leaves are wet .
It happened in the morning like this. When I smell our flowers blossom and our fruits are mature. When the rain is watering our field. When I am remembering you.
***
The End
4 Comments:
"persahabatan tanpa mengikutkan hati akan menjadi seperti ladang yang hanya ditumbuhi rumput. Dia terus hijau, namun tidak menghasilkan buah"
ooooowww
wow...
i love this story... really.
tengkyu :x
Post a Comment
<< Home